Kades Lulus PPPK di PALI Terindikasi Sarat Pelanggaran Hukum. Ini Sangksinya

Uncategorized863 Dilihat

ONews-id.com (Pali)- Kegaduhan di ranah publik atas kelulusan 3 oknum Kepala Desa (Kades) di Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), Sumatera Selatan, pada seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Tahap I 2024, masih belum reda. Alih-alih mengaku salah, salah satu Kades bahkan menjustifikasi (membenarkan) perbuatan mereka itu. Padahal, proses keikutsertaan mereka pada seleksi itu, diduga sarat dengan pelanggaran hukum.

Pada sebuah video yang beredar, Rudini, Kades Sukamaju Kecamatan Talang Ubi, yang merupakan salah satu oknum Kades yang lulus PPPK, dengan penuh percaya diri mengatakan bahwa alasannya ikut seleksi PPPK adalah untuk menunjukkan kemampuan dirinya, serta untuk membuat bangga para kades sekabupaten PALI. Ia juga membenarkan, bahwa selama ini ia telah merangkap jabatan atau profesi lain yakni selain sebagai Kades, yakni juga bekerja sebagai guru honorer di sebuah sekolah di wilayah desanya.

“Saya mengajar mata pelajaran, jadi tidak seharian di sekolah. Saya juga terdaftar di Dapodik Dinas Pendidikan,” terangnya, tanpa rasa bersalah.

Ketua Umum Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) SIKAP Indonesia, sekaligus praktisi hukum, ADV. Susanto Husin, S.H.,M.H.,CTA., mengatakan, bila dicermati dan dianalisa dari sudut pandang aturan perundang-undangan, ada banyak sekali indikasi pelanggaran hukum yang telah dilakukan pada proses ikutsertanya para Kades itu di seleksi PPPK tersebut.

Yang pertama, kata Susanto, adalah gandanya atau rangkap jabatan Kades, sebelum ia mengikuti seleksi PPPK. Sebab, salah satu syarat untuk mengikuti seleksi PPPK adalah pelamar wajib telah bekerja di instansi itu, dan masih aktif bekerja hingga ia mendaftar, minimal 2 tahun terakhir, tanpa terputus.

“Surat itu dibuktikan dengan SK bekerja, ada pernyataan dari atasan langsung di atas kertas bermaterai. Dan bila guru, juga harus terdaftar di Dapodik,” urainya, saat dimintai pendapat media ini, via telepon, Kamis (16/1/2025).

Dengan demikian, tambahnya, Kades bisa dipastikan telah bekerja di dua instansi yang berbeda pada saat bersamaan. Yakni sebagai Kades yang merupakan pimpinan tertinggi di instansi pemerintah di desanya, sekaligus sebagai guru di instansi pendidikan.

“Maka bila merujuk Pasal 29 Undang-undang No. 6 Tahun 2014 yang diperbarui UU nomor 3 Tahun 2024 Tentang Desa, ada larangan secara tegas bagi Kades untuk merangkap jabatan. Hal ini karena Kades wajib bekerja penuh waktu sebagai pelayan masyarakat di desa. Bila ia ada pekerjaan lain, maka tupoksi utamanya sebagai kades akan terganggu. Belum lagi ada potensi konflik kepentingan,” terang Susanto.

Sanksi dari pelanggaran Pasal 29 UU Desa itu, dikatakannya terdapat pada Pasal 30 UU a quo, yakni diberi teguran lisan atau tertulis, diberhentikan sementara, dan bila masih saja rangkap jabatan, dapat diberhentikan secara tetap (permanen).

“Artinya, bila ada pihak melakukan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (TUN), maka SK jabatan Kades selama ia rangkap profesi ini bisa dibatalkan. Apabila dibatalkan, seluruh hak keuangan yang telah ia terima selama ini, harus dikembalikan. Karena cacat hukum.”

Melangkah ke ranah hukum pidana, Susanto Husin juga mengatakan ada potensi pelanggaran tindak pidana atas permasalahan itu. Ia menganalisa soal SK yang dibuat, termasuk Surat Pernyataan aktif mengajar yang ditanda tangani Kepala Sekolah, berpotensi ada unsur pemalsuan dan manipulasi.