Revitalisasi Jembatan P6 Lalan Mangkrak: Dugaan Penyalahgunaan Dana dan Komitmen Perusahaan Dipertanyakan

Musi Banyuasin25 Dilihat

ONews-id.com (Muba) — Lebih dari setahun sejak ambruk akibat ditabrak tongkang batubara, progres revitalisasi Jembatan P6 Lalan yang menjadi urat nadi transportasi masyarakat Lalan baru mencapai 43 persen. Padahal, target penyelesaian proyek vital ini ditetapkan pada Desember 2025. Kondisi tersebut memunculkan kritik tajam terkait lemahnya komitmen perusahaan yang tergabung dalam Asosiasi Pembangunan Jembatan P6 Lalan (AP6L) serta dugaan penyalahgunaan dana talangan.

Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di ruang Banmus DPRD Muba, Senin (22/9/2025), sejumlah kejanggalan terungkap. Aktivis Muba, Lazuardi alias Ardi, menilai dana talangan tidak sepenuhnya digunakan untuk pembangunan jembatan.

“Dana dipakai untuk biaya operasional asosiasi, mulai dari pengelola keuangan, rapat, administrasi, perjalanan, bahkan demo Rp41 juta. Biaya penyebrangan Rp2,8 miliar dan perbaikan dermaga Rp435 juta juga sangat berlebihan,” tegas Ardi.

Ia juga menuding adanya upaya mengondisikan Camat Lalan agar tidak menggugat meski progres pembangunan tersendat. Ardi mendesak audit menyeluruh sejak dana talangan awal Rp15 miliar, tambahan Rp300 juta, hingga Rp2 miliar. Bukti-bukti terkait, menurutnya, siap diserahkan ke aparat penegak hukum.

RDPU turut mengungkap fakta bahwa PT APAU, salah satu perusahaan yang tongkangnya menabrak jembatan, belum merealisasikan kontribusi perbaikan. Dalam perjanjian bersama Pemprov Sumsel, PT APAU dan PT AMT diwajibkan menanggung masing-masing 50 persen biaya revitalisasi. Namun, hingga kini PT AMT sudah mengucurkan Rp14 miliar, sementara PT APAU belum menyalurkan kewajibannya sama sekali.

Tokoh masyarakat Yusnin bersama anggota DPRD Muba, Iwan Aldes, menyebut tindakan PT APAU sebagai bentuk wanprestasi. Mereka mendesak agar perusahaan yang tidak berkontribusi dilarang melintas di Sungai Lalan.

Wakil Ketua II DPRD Muba, Ahmadi Dausat, SE, menyoroti minimnya dana yang terkumpul.

“Dari target Rp70 miliar, baru terkumpul Rp32 miliar. Kontraktor hanya mampu bekerja sejauh 43 persen. Kalau perusahaan tidak ditekan, mereka cenderung abai,” ujarnya.