ONEWS-ID.COM (AKARTA)- Tercatat sebagai negara eksportir lada terbesar kedua di dunia, Indonesia patut berbangga dengan pencapaian suplai hingga 78.000 Ton per tahun untuk pasar domestik dan global.
Seiring naiknya permintaan pasar terhadap biji lada, diprediksi komoditas ini akan terus menjadi salah satu sektor perekonomian dengan volume ekspor yang signifikan.
Namun, peluang emas ini bukan tanpa tantangan tersendiri. Hal- hal seperti cuaca, irigasi, penyakit hama dan tanaman hingga Good Agricultural Practice (GAP) masih harus disosialisasikan ke komunitas bisnis lada, khususnya para petani lada.
Ini sebabnya, dibutuhkan solusi berbasis teknologi yang komprehensif seperti yang dipaparkan di event peluncuran aplikasi SpiceUp pada Kamis ( 1/4/ 2021).
“Launching Event SpiceUp Application : Technology-Based Smart Agriculture for Pepper Cultivation” mengangkat masalah kualitas dan kuantitas yang erat kaitannya dengan kondisi sosial ekonomi petani, kapasitas produktif dan daya saing biji lada Indonesia.
Selain itu, SpiceUp juga memberikan solusi inovatif berupa aplikasi geodata yang mudah diakses oleh petani lada di lokasi perkebunan yang berbeda-beda.
CEO dari Verstegen Spices & Sauces B.V., Michel Driessen, menjelaskan, SpiceUp optimis menjadi terobosan yang bermanfaat bagi petani dan juga pemangku kepentingan lainnya, termasuk para kolektor dan pengusaha.
“Dengan kombinasi teknologi satelit, data lokasi dan survey lapangan, pengguna dapat mengandalkan SpiceUp untuk mengakses informasi spesifik seputar prediksi cuaca, saran pengelolaan air, tanah dan hama penyakit, rekomendasi GAP, traceability (keterlacakan) dan harga pasar yang menguntungkan posisi petani kecil,” katanya.
Selain dihadiri oleh partner konsorsium di Indonesia dan Belanda, acara ini disambut positif dengan turut mengundang beberapa petinggi pemerintahan termasuk dari Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, Kementerian Pertanian Republik Indonesia, Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Uni Eropa, dan Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Kerajaan Belanda, serta Pemerintah Provinsi Bangka Belitung, Lampung, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur.
Mewakili Kementerian Pertanian, Dr. Ir Fadjry Djufry, M.Si sebagai Kepala Badan Penelitian & Pengembangan, menuturkan bahwa Indonesia masih tertinggal sekitar 150.000 hektar dan produksi/ ha dibandingkan Vietnam yang patut menjadi PR bagi segenap jajaran, termasuk pemerintah daerah.